Biar!tak kau ingat lampu-lampu yang menyihir kita menjadi orang yang mentertawakan dunia. Tak kau ingat keringat meleleh di langkah kaki, di punggung, kening, menantang matahari! Menunggingkan pantat ke muka-muka orang-orang yang dipuja sebagai dewa! O, engkau telah membunuh kenangan demikian cepat. Seperti kulindas kecoak dengan ujung sepatuku. Perutnya yang memburai, putih, mata yang keluar dari kepala, masih bergerak-gerak. Aku menjadi pembunuh. Seperti dirimu. Demikian telengas. Tanpa belas. Kepada kenangan. Biar. Jika kau tak mau temani. Biar kurasakan nyeri sendiri. Di puncak sepiku sendiri!
Nanang Suryadi
Bulan Merahlalu ditenggak darah bulan merahlolongnya yang serigala hingga ujung benuasebayang lindap sebayang lindap melayar-layarbulan merah mengucur airmatadengusnya yang api memunahkan negeri-negerisebusur waktu sebusur waktu meluncur-luncurtatap bulan merah di waktu malam merapat di ubun-ubunhingga purnamanya penuh sempurna sebugil bulat sebugil bulan menggigil-gigilo, bulan merah di puncak sunyi geliat sepi amuknya!
poem
You must log in to post a comment.
There are no comments yet.